"Assalamualaikum,” sapa seorang tamu yang mendatangi kediaman Kiai Kholil
"Waalaikumsalam,” jawab Kiai Kholil.
“Begini Kiai Kholil, urusan saya datang dan sowan ke Kiai Kholil karena saya mau minta doa. Kebetulan belakangan ini saya lagi memulai sebuah usaha baru. Nah, saya ingin biar usaha ini diberi keberkahan dan rezeki yang banyak,” kata si tamu takzim.
“Oalah, memang mau usaha apa Mas kalau boleh tahu?” tanya Kiai Kholil.
“Saya sedang buka usaha penerbitan sekaligus percetakan, Pak Kiai,” kata si tamu.
“oia, mintanya ini mau berkah atau mau banyak ini rezekinya?” tanya Kiai Kholil.
Si tamu bingung.
“Maksud Kiai?”
“Ya mau banyak atau mau berkah? Soalnya beda itu,” kata Kiai Kholil.
“Lho memang bedanya apa, Pak Kiai?”
“Ya jauh bedanya, kalau banyak rezeki ya asal situ dapat banyak untung dapat rezeki situ kaya raya,” kata Kiai Kholil.
“Lha kalau berkah?” tanya si tamu.
“Sampeyan mungkin nggak dapat banyak, tapi cukup,” jawab Kiai Kholil
kiai bertanya kembali
Anu, saya cuma mau tanya ini… Ibu sampeyan sehat? Masih hidup?”
"hmm, sehat Kiai. Alhamdulillah masih sehat,” kata si tamu.
“Alhamdulillah,” kata Kiai Kholil.
Jadi bagaimana, Kiai Kholil? Apa ini artinya saya bisa didoain?”
Kiai Kholil malah tersenyum lebar sambil menggelengkan kepalanya, “Justru itu, Mas.”
Si tamu bingung.
“Maaf, Mas. Kali ini saya nggak bakal mendoakan sampeyan,” kata Kiai Kholil
"Masya Allah, kenapa Pak Kiai?”
Kiai Kholil tersenyum mendengar kegelisahan tamunya.
“Sebab ada yang lebih didengar doanya oleh Allah ketimbang doa seorang kiai, ustaz, habaib, ulama, atau bahkan mungkin Menteri Agama…”
Si tamu terdiam sejenak lalu bertanya. “Doa siapa memang Pak Kiai?”
Kiai Kholil mendekat pelan agar tamunya bisa mendengar dengan sangat jelas dan intim. “Ibu sampeyan,” jawab Kiai Kholil singkat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar