Kehidupan
ternyata sudah diatur semenarik mungkin oleh yang Maha Kuasa, tidak halnya dalam
kehidupan seseorang. Sebut saja Fira. Ia sangat bersyukur telah dilahirkan dan
hidup di dalam keluarga yang begitu menyayanginya. Betapa ia tidak pernah
menyangka pada suatu hari ia akan diberikan cobaan yang amat begitu besar. Ia harus
merasakan bahwa kehidupan ini memilukan, menyenangkan, bahkan menyedihkan. Tertulis
dalam catatan harian Fira :
Aku
bahagia, aku senang, aku tak merasa berbeda disini. Aku tak pernah merasa
diasingkan. aku bangga memiliki kedua orang tua yang hebat. Sekarang aku tumbuh
remaja dan duduk di Kelas 3 di bangku Sekolah Menengah Atas. Waktu begitu cepat
rasanya hingga aku harus bisa merasakan menjadi seorang remaja, yang bisa berfikir
kedepan secara bijak.
***
Dikemudian
hari sepulang aku bimbel, ada seseorang yang mencariku dan menanyakanku
ditempat itu. Sepertinya aku tahu bahwa itu adalah teman Ayahku. Pak Bani. Setauku
ia rekan kerjanya Ayah. Ternyata ia tak datang sendiri, ia bersama beberapa
orang yang tak kukenal. Pak Bani memanggilku, ia terlihat bingung dan ragu
berbicara denganku. Untuk memulai percakapannya, Pak Bani menanyakan kabar dan
sekolahku. Singkat cerita.. ia memperkenalkanku pada seseorang yang berjilbab
putih itu. Ia mengenalkan bahwa sebenarnya ialah Ibuku. Dalam hati ku, Ibu? . Ibu darimana?. Bukankah Ibuku ada di
rumah, dan dialah yang melahirkan dan merawatku sedari kecil. Oh tuhan. Perempuan
berjilbab putih itu pun menangis dihadapanku. Sepertinya ia merasa sangat
berdosa kepadaku. Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Selama
pertemuan yang cukup lama itu. Perempuan tadi berkata sambil memelukku. Secara spontan
dia berkata “neng….ini mamah neng. Maafin
mamah, mamah baru bisa berani menemui neng. Mamah takut kalo pas neng masih
kecil, neng belum bisa mengerti dan nanti neng malah benci ke mamah”. Aku kaget,
terkejut dan hatiku berkata Loh… ini sebenarnya
apa yang terjadi? Ada orang yang ngaku-ngaku Ibu, dan akulah anaknya. Sebenarnya
aku ini siapa?
Lambat
laun perempuan itu sembunyi-sembunyi memintaku untuk bisa bertemu dengannya dan ia mengatakan akan bercerita kepadaku. Anehnya aku mau saja diajak dengan sesorang yang baru
kukenal. Padahal secara logika, aku tak pernah berani menemui seseorang yang
masih tak kukenal. Untung saja orang itu tidak berniat jahat kepadaku.
Dari
cerita yang kudengar dibeberapa pekan aku bertemu dengannya, aku paham. Bahwa dia
pernah menikah dengan Ayahku, dan akulah hasil dari pernikahan mereka. Akan tetapi
pernikahan mereka tak bertahan lama karena mungkin faktor penyebab bahwa istri
pertama ayah tak rela dimadu dan hal yang tak dimungkinkan lagi untuk Ayah
meninggalkan sang istri pertamanya. Kupikir, wanita mana yang rela dimadu? Hanya
seribu satu. Diusiaku yang masih sebelas bulan, perempuan yang mengaku mamah itu
berpisah dengan Ayah, dan aku hidup dengan Ayahku. Hingga saat detik ini ayah
tak pernah bercerita dan memberitahuku soal perempuan yang mengaku mamah tadi. Malah
aku tau sendiri apa yang sebenarnya terjadi saat bertemu dengan perempuan itu. Dalam
hati kecilku bertanya. Mengapa mereka
menyembunyikan ini?. Hebatnya aku tak pernah merasa bahwa aku berbeda
dengan yang lain, aku merasa bebas, dan diperlakukan secara adil disini.
Singkat
cerita yang tak harus kuperjelas karena mungkin ini sangat sakit. Hingga akhirnya
perlahan semuanya terbongkar. Rahasia yang mengungkap bahwa siapakah aku ini? sudah terkuak. Ibuku, atau istri
pertama Ayah yang menjadi saksi nyata perjalanan hidupku bercerita begitu amat
menyedihkan dan menyakitkan. Dan aku tahu itu. Aku pun mengerti. Karena aku
wanita.
Dan
untuk perempuan yang sudah menemuiku dan mengaku bahwa ia adalah mamahku. Aku pun
paham bagaimana ketika engkau salah dimasa
kelammu bersama Ayah sehingga merasa berdosa kepadaku bahkan kepada Ayahku. Dan
pada intinya tak ada yang harus dipersalahkan lagi, semua harus dijalankan
dengan hati yang lapang dan ikhlas menerima apapun yang sudah terjadi. Dan untuk
Ayah yang kukenal sangat baik tentunya engkau takan pernah mengulangi kesalahan
dan masuk kejurang yang sama.
***
Kehidupan
semua telah berubah saat aku lulus di bangku SMA, aku harus bisa melangkah
kedepan dengan baik. Sebagai anak harus bisa menghargai siapa yang melahirkan
apalagi yang merawatku dan mengasuhku sedari kecil. Aku sangat menghargai istri
pertama Ayah, bahkan aku nyaman tinggal disini dan hidup lama bersama mereka. Berbeda
dengan yang mengaku ialah mamahku, aku masih merasa berbeda dan asing, walau
dia adalah ibu kandungku, perasaan aku tetap beda. Aku lebih nyaman bersama
istri pertama ayah.
Dan
untuk yang mengaku mamahku, berbahagialah dengan kehidupanmu yang sekarang, aku
hanya bisa membantumu dengan do’a dari kejauhan dan bila ada waktu akan kutemui
dan kutanya bagaimana kabarmu nanti. Maafkan aku karena kau sangat menghargai
perasaan ibuku yang merawatku dan aku sangat menyayanginya. Engkau pasti paham itu!
Ya
Ilahi rabbi..kepada engkaulah sang maha kuasa aku sangat berterimakasih dan
bersyukur, mungkin atas kasih sayangmu yang tak pernah berujung, engkau tolong
aku dan engkau tempatkan aku didalam keluarga yang amat berharga bagiku.
***
Catatan
untuk semua Ayah, ibu, Kakak, teteh.
Kepada
Ayah… terimakasih telah membawa Aku. Terimakasih sudah menerimaku, andai masa
kelam pertengkaranmu dengan seseorang itu engkau mengabaikan aku. Entah aku
akan seperti apa nanti. Saat ini Aku paham posisimu Ayah. Dan sudahlah lupakan
masa itu. Karena aku tahu engkau sudah berbeda dengan yang dulu. Saat ini
engkau lebih bijaksana, lebih hati-hati, dan lebih menjaga, dan mendidik anak-anaknya
dengan baik. Perjuanganmu dan pengorbananmu yang amat sangat aku hargai. Tak akan
pernah aku khianati bahkan aku kecewakanmu Ayah.
Kepada
ibuku…yang merawatku, memberikanku kasih sayang yang tak ternilai harganya, aku
takan pernah melupakanmu ibu. Aku masih ingat saat itu pekerjaan ayah masih
macet, aku harus sekolah dan ibu tetap memberikanku jajan, padahal aku tahu saat
itu ibu tak diberi uang bulanan oleh ayah. Dari situ aku mengerti betapa
sayangnya engkau ibu. Engkau selalu sabar dan tabah dengan apa yang terjadi. Hatimu
sekuat apa bu?. Aku sangat terenyah dengan ketulusan dan kesabaranmu ibu. Aku takan
pernah mengecewakanmu bu, walau aku kadang bandel tapi aku masih bisa
mengendalikan diri karena aku selalu mengingat setiap jasamu bu. Terimakasih ibuku
sayang.
Kepada
kakak ku, aku takan pernah melupaimu saat engkau memarahi kebandelanku, bandel
disini dalam artian “aku pernah salah” , semisalnya aku kadang pernah tak nurut
dengan orang tua, kadang berbohong, dan lainnya. Maafkan kesalahanku. Dan aku berterimakasih
atas perhatianmu kakak. Aku sayang kakak.
Kepada
teteh yang berjiwa besar dan sabar, aku bangga teh. Aku meminta maaf dengan
pikiranku yang kadang masih kekanakan. Begitu berjiwa besarnya engkau. Aku yang
kadang….menyadari dan tak menutup kemungkinan bahwa benar selama ini aku lebih
disayang dan lebih diutamakan oleh Ayah.
Dari segi pendidikan atau hal lainnya. Aku tak mengerti. Tapi tujuan Ayah sama
pastinya ingin anaknya bahagia. Teteh sangat legowo sekali atas apa yang
dirasakannya. Aku paham teh. Aku merasakan. Yakin teh dibalik ini semua
pasti ada buah manisnya. Termakasih teh sudah bisa mendidik adiknya yang masih
butuh nasihat dan masih butuh arahan.
***
Begitulah sekilas catatan harian Fira.
Banyak belajarlah dari apa yang sudah terjadi. Kehidupan memang memiliki banyak teka-teki, dan disanalah kita harus mampu mengisi teka-teki tersebut dengan baik !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar